OKUSELATAN.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mengingatkan publik mengenai potensi gempa besar di dua zona megathrust penting, yakni Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Meski demikian, BMKG menegaskan bahwa informasi ini bukanlah peringatan dini bahwa gempa besar akan segera terjadi, melainkan pengingat akan potensi bahaya di masa mendatang.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam keterangannya pada Kamis (15/8), menjelaskan bahwa diskusi tentang potensi gempa di kedua zona ini sebenarnya sudah berlangsung sejak sebelum terjadinya gempa dan tsunami di Aceh pada tahun 2004. Menurutnya, istilah seismic gap, yang mengacu pada zona kekosongan gempa besar, menjadi fokus perhatian dalam upaya mitigasi bencana.
“Kami hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai potensi yang diperkirakan oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar yang sudah berlangsung selama ratusan tahun,” ujar Daryono. “Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.”
Meskipun BMKG menyebutkan bahwa wilayah tersebut ‘tinggal menunggu waktu’ untuk mengalami gempa besar, hal ini tidak berarti bahwa gempa akan terjadi dalam waktu dekat. Daryono menegaskan bahwa hingga saat ini, tidak ada teknologi yang mampu memprediksi secara akurat kapan dan di mana gempa akan terjadi.
“Kami tegaskan, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukan prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru seolah akan terjadi dalam waktu dekat,” tambah Daryono.
BMKG mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan melanjutkan aktivitas seperti biasa, termasuk melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG juga menegaskan komitmennya untuk selalu siap memberikan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat.
Daryono juga menambahkan bahwa pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut tidak berkaitan dengan gempa Magnitudo (M) 7,1 yang mengguncang Prefektur Miyazaki, Jepang, baru-baru ini. Namun, gempa tersebut menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan terhadap potensi gempa di Indonesia.
Zona Megathrust Selat Sunda terakhir kali mengalami gempa besar pada tahun 1757, sementara di Mentawai-Siberut, gempa besar terakhir terjadi pada tahun 1797. Kedua seismic gap ini memiliki periode kekosongan gempa yang jauh lebih lama dibandingkan dengan zona Nankai di Jepang, yang terakhir kali mengalami gempa besar pada tahun 1946.
“Artinya, kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya,” pungkas Daryono. (dest)